Solusi Sehat

Jumat, 28 Maret 2014

Teori kepemimpinan Situasional

Teori kepemimpinan situasional atau the situational leadership theory adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey, penulis buku Situational Leader. Dan Ken Blanchard, pakar dan penulis The Minute Manager, yang kemudian menulis pula buku Management of Organizational Behavior (skarang sudah terbit dalam edisi yang ke-9). Teori ini pada awalnya diintrodusir sebagai “Life Cycle Theory of Leadership”. Sampai kemudian pada pertengahan 1970an “Life Cycle Theory of Leadership” berganti dengan sebutan “Situational Leadership Theory“. Di akhir 1970an dan awal 1980an, masing-masing penulis mengembangkan teori kepemimpinannya sendiri-sendiri. Hersey – mengembangkanSituational Leadership Model dan Blancard – mengembangkan Situational Leadership Model Definisi kepemimpinan situasional adalah “a leadership contingency theory that focuses on followers readiness/maturity”. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya. Case (1933) menyatakan bahwa kepemimpinan dihasilkan dari rangkaian tiga faktor, yaitu sifat kepribadian pemimpin, sifat dasar kelompok dan anggotanya serta peristiwa yang diharapkan kepada kelompok Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat. Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan. Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik. Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan gaya kepemimpinan. Tingkat Kesiapan Pengikut (Follower Readiness) Gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pula oleh kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut. Teori kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat level kesiapan pengikut dalam notasi R1 hingga R4. Tingkat kesiapan/kematangan pengikut ditandai oleh dua karakteristik sebagai berikut: (i.) the ability and willingness for directing their own behavior; dan (ii.) the extent to which people have and willingness to accomplish a specific task. Berdasarkan kriteria mampu dan mau, maka diperoleh empat tingkat kesiapan/kematangan para pengikut sebagai berikut: Follower Readiness R1: Readiness 1 — Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri (dikatakan Ken Blanchard sebagai “The honeymoon is over“). R2: Readiness 2 — Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. R3: Readiness 3 — Menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya. R4: Readiness 4 — Menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya. 4 Gaya Kepemimpinan (Leadership Styles) Tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok yang berbeda menuntut gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Hersey dan Blanchard memilah gaya kepemimpinan dalamperilaku kerja dan perilaku hubungan yang harus diterapkan terhadap pengikut dengan derajat kesiapan/kematangan tertentu. Perilaku Kerja meliputi penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas, dan pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan, dan bagaimana melakukannya. Pemimpin yang efektif menggunakan tingkat perilaku kerja yang tinggi di sejumlah situasi dan hanya sekedarnya di situasi lain. Perilaku hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua-arah, mendengar, memotivasi, melibatkan pengikut dalam proses pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan emosional pada mereka. Perilaku hubungan juga diberlakukan secara berbeda di aneka situasi. Kategori dari keseluruhan gaya kepemimpinan diatas diidentifikasi mereka dalam 4 notasi yaitu S1 sampai S4 yang merupakan kombinasi dari dua perilaku diatas: S1: Telling (Pemberitahu) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinantelling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung. S2: Selling (Penjual) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini menekankan pada jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan. S3: Participating (Partisipatif) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi moderat (R3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok. S4: Delegating (Pendelegasian) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan. Dari keempat notasi diatas, tidak ada yang bisa disebut teroptimal setiap saat bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibitas, dan harus beradaptasi di setiap situasi. Prinsip “One Size Fits All” tidak berlaku dalam gaya kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang berbeda. Mengembangkan dan Memotivasi Pengikut Seorang pemimpin yang baik mengembangkan kompetensi dan komitmen dari pengikut sehingga mereka memotivasi diri sendiri daripada bergantung pada orang lain untuk diarahkan atau dibimbing. Menurut Hersey tingginya kinerja pemimpin menciptakan harapan yang realistis akan tingginya kinerja dari pengikut. Sebaliknya rendahnya harapan pemimpin mengakibatkan rendahnya kinerja pengikut. Menurut Ken Blanchard empat kombinasi kompetensi dan komitmen akan menciptakan tingkat perkembangan seperti yang disebutkan dalam notasi dibawah ini: D1 — Kompetensi rendah dan komitmen yang tinggi D2 — Kompetensi rendah dan komitmen yang rendah D3 — Kompetensi tinggi dan komitmen yang rendah D4 — Kompetensi tinggi dan komitmen yang tinggi Dalam rangka untuk membuat siklus yang efektif, seorang pemimpin perlu memotivasi pengikutnya dengan benar. Kepemimpinan Situasional II Hersey dan Blanchard terus bersepakat dengan teori aslinya hingga 1977. Ketika mereka sepakat untuk menjalankan pemahaman masing-masing pada akhir 1970-an, Hersey merubah nama dari kepemimpinan situasional menjadi teori kepemimpinan situasional dan Blanchard menawarkan Teori Kepemimpinan Situasional sebagai Pendekatan Situasional untuk Mengelola Orang. Blanchard dan rekan-rekannya terus merevisi pendekatan situasional untuk mengelola orang, dan pada tahun 1985 diperkenalkan Kepemimpinan Situasional II (SLII). Pada tahun 1979, Ken Blanchard mendirikan Blanchard Training & Development Inc, (kemudian menjadi The Ken Blanchard Companies) bersama-sama dengan istrinya Margie Blanchard dan dewan pendiri. Seiring waktu, kelompok ini membuat perubahan konsep dari teori kepemimpinan situasional awal pada beberapa bidang utama, termasuk penelitian dasar, gaya kepemimpinan, dan kontinum tingkat perkembangan individu. Model penelitian kepemimpinan situasional II (SLII) mengakui penelitian yang ada dari teori kepemimpinan situasional dan merevisi konsep berdasarkan umpan balik dari klien, manajer, dan karya peneliti terkemuka pada bidang pengembangan kelompok. Gaya kepemimpinan adalah suatu gaya (style) yang digunakan oleh pemimpin dalam berhadapan dengan bawahan yang berorientasi pada tugas dan pada anggota. (Stoner, 1992). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu pemimpin mempunyai gaya (style) atau tingkah laku sendiri yang membedakan dirinya dan orang lain, begitu juga sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan kepribadian sendiri yang khas atau unik akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Fred Fliedler telah mengidentifikasikan tiga dimensi kemungkinan yang mendefinisikan faktor situasional utama (kunci) yang menemukan keefektifan kepemimpinan. Robins (1996) diterjemahkan oleh Hadyana Pujaatmaka memberikan gaya kepemimpinan dalam hubungan pemimpin antara anggota, struktur tugas, dan kekuasaan jabatan. Semua didefinisikan sebagai berikut: 1. Hubungan Pemimpin – Anggota. Tingkat kenyakinan, kepercayaan dan respek bawahan terhadap pemimpin mereka. 2. Struktur Tugas. Sampai tingkat mana penugasan pekerjaan diprosedurkan (yakni struktur atau tidak struktur) 3. Kekuatan Posisi. Tingkat pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin ada variabel kekuasaan seperti mempekerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan dan menaikkan gaji. Paul Hersey Ken Blanchard telah mengembangkan suatu model kepemimpinan yang disebut teori kepemimpinan situasional, yaitu suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada kesiapan para pengikut. Kepemimpinan situasional menggunakan dua dimensi kepemimpinan yaitu : Perilaku Tugas Perilaku tugas adalah kadar sejauhmana pimpinan menyediakan arahan kepada orang-orang dengan memberitahu mereka apa yang harus dilakukan, kapan melakukannya, dimana dan bagaimana melakukannya. Hal ini berarti pemimpin menyusun tujuan dan menetapkan peranan mereka. Perilaku hubungan Perilaku hubungan adalah kadar sejauhmana pimpinan melakukan hubungan dua arah dengan orang-orangnya seperti menyediakan dukungan, dorongan, gambaran-gambaran psikologi dan memudahkan perilaku. Dalam menerapkan suatu gaya kepemimpinan ada anggapan bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang dianggap paling sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena gaya kepemimpinan pada situasi tertentu belum tentu sesuai dengan situasi lain. Hersey dan Blanchard yang diterjemahkan oleh Agus Dharma (1995) memberikan definisi tentang tingkat kematangan bawahan yang terdiri dari dua dimensi sebagai berikut: 1. Kematangan pekerjaan merupakan kemampuan dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan sesuatu. Orang-orang yang memiliki kematangan pekerjaan yang tinggi dalam bidang tertentu memiliki pengetahuan kemampuan dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari orang lain. 2. Kematangan psikologis merupakan kemauan untuk melakukan sesuatu. Hal inierat kaitannya dengan rasa yakin dan berikatan, orang-orang yang sangat matang dalam bidang psikologis tanggungjawab merupakan hal yang penting serta memiliki rasa yakin terhadap diri sendiri dan mereka tidak memerlukan dorongan ekstensif untuk mau melakukan hal-hal dalam bidang tersebut. Menurut Sukanto (1982) ada empat gaya kepemimpinan yaitu : Tipe Direktif Tipe ini ditandai dengan adanya komunikasi satu arah. Pimpinan membatasi peran bawahan dengan menunjukkan kepada bawahan apa, kapan, dimana, dan bagaiman suatu tugas yang hasur dilaksanakan. Pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat oleh pimpinan. Tipe Konsultatif Pimpinan tipe ini masih memberikan direktif yang cukup besar serta menetapkan keputusan-keputusan. Tipe ini mempergunakan komunikasi dua arah dan memberikan suportif terhadap bawahan, pimpinan mau mendengarkan saran dan keluhan bawahan mengenai keputusan yang diambil. Pelaksanaan keputusan tetap ada pada pimpinan Tipe Partisipatif Kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan antara pimpinan dan bawahan dalam keadaan seimbang. Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang ditandai dengan makin meningkatnya komunikasi dua arah. Pimpinan makin mendengarkan secara presentif terhadap bawahannya. Keikutsertaan bawahan dalam mengambil dan memecahkan masalah makin bertambah karena pemimpin berpendapat bahwa bawahan memiliki kecakapan dan pengetahuan yang cukup untuk penyelesaian tugas Tipe Delegatif Pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan. Bawahan diberi wewenang untuk menyelesaikan tugas-tugas sesuai dengan keputusannya sendiri. Sebab mereka dianggap telah memiliki kecakapan dan dipercaya untuk memikul tanggungjawab untuk mengarahkan dan mengelola dirinya sendiri. Contoh kepemimpinan situasional Sebagai pemimpin, Bob Sadino mengelola perusahaan sebagai sebuah keluarga, karyawan dianggap lebih seperti saudara daripada pekerja. Bob Sadino tak pernah berhenti memotivasi karyawannya untuk melakukan yang terbaik, hal ini didukung dengan rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan sehingga pimpinan tidak perlu mengawasi karyawan terlalu ketat karena karyawan telah paham betul tanggung jawabnya. Perlakuan Bob Sadino terhadap karyawannya sangat baik, kesejahteraan karyawan diperhatikan baik lahir maupun batin Di sisi lain, tuntutan Bob terhadap karyawannya cukup tinggi. Kedisiplinan karyawan sangat ditegakkan, kebijakan pemotongan gaji pun dilakukan jika ada karyawan yang melakukan kesalahan yang dianggap merugikan perusahaan. Bob selalu menawarkan sebuah keputusan yang diambil pimpinan kepada karyawan sebelum menetapkannya menjadi peraturan. Hal ini terbukti efektif menghindari konflik terhadap adanya peraturan baru. Kalaupun terjadi konflik, kedekatan hubungan antara pimpinan dan karyawan membuat konflik segera dapat diatasi karena langsung diketahui oleh pimpinan. DAFTAR PUSTAKA Buhler Patricia, Management Skills. 2004, Jakarta: Prenada. Hersey Paul and Kenneth Blanchard. Situational Leadership. Mondy R. Wayne and Robert M. Noe, Human Resource Management. 1990. Massachusetts: Allyn and Bacon

Read more...

  © Free Blogger Templates Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP